“Ke depan, Madura harus bangkit, orang Madura harus menjadi tuan (majikan) di daerah sendiri. Kekayaan alam, berupa flora dan fauna, perikanan, pertanian, dan pariwisata yang ada harus dimanfaatkan.” Itulah ungkapan legislator Ahmad Mawardi dari daerah pemilihan (Dapil) XI Madura, Jawa Timur, yang terpilih dari unsur jurnalis. Sebelumnya, Adi –demikian sapaan akrabnya– merupakan wartawan TEMPO perwakilan Surabaya. “Saya ingin lebih proaktif lagi memperjuangkan masyarakat Madura, yang selama ini terkesan kurang mendapat perhatian, padahal Madura sangat pontensial, terutama pascaoperasional jembatan Surabaya-Madura (Suramadu),” ucapnya. Wakil Sekretaris DPW PKB Jawa Timur itu menilai belum banyak warga Madura yang mengetahui potensi alam yang terkandung di pulau seluas 4.887 kilometer persegi atau sekitar 10 persen dari total luas Provinsi Jatim itu. “Akibat ketidaktahuannya itu dan masih sedikit potensi sumber daya alam (SDA) yang dimanfaatkan, maka pendapatan asli daerah (PAD) yang Jadi Tuan di Rumah Sendirizdihasilkan kabupaten di Madura sangat kecil dibanding di daerah lain di Jawa,” paparnya. Menurut putra Madura kelahiran Sampang pada 6 Maret 1974 itu, PAD Kabupaten Bangkalan pada tahun 2007 hanya Rp 26,74 miliar dari total APBD Jatim saat itu Rp486,44 miliar.
Sampang menghasilkan Rp18,459 miliar dengan APBD Rp397,53 miliar. Pamekasan memiliki PAD Rp28 miliar dengan APBD Rp445,86 miliar. Sumenep mempunyai PAD Rp31,52 miliar dengan APBD Rp 544,24 miliar. “Tapi, kalau nanti potensi alam yang ada di Madura bisa dimanfaatkan, maka saya yakin Madura bisa menjadi daerah yang kaya minimal sama dengan daerah lain di Jawa Timur yang memiliki PAD yang besar,” kilah mantan aktivis Arek-Arek Pro Reformasi (APR) 1998 itu. Apalagi, tutur Ketua Ikatan Santri Madura yang pernah “mondok” di Pesantren Nazhathut Thullab, Daleman, Sampang dan Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih Kidul, Lumajang itu, Pulau Madura sudah memiliki 104 blok sumber minyak dan gas. “Blok-blok itu sudah dikapling investor dan baru 14 blok di antaranya yang dieksploitasi, tapi hasilnya daerah hanya sedikit kecipratan,” papar mantan aktivis Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Surabaya (1997-2002) itu. Adi pun menyebut sumur gas di Pulau Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, Sumenep yang setiap harinya mengalir 200 juta kaki kubik (BCF) gas melalui pipa sepanjang 350 km (di laut). Contoh lain, gas dari sumber migas Blok Kangean yang dikelola PT Arco Bali North (ABN), PT Arco Blok Kangean (ABK), PT Beyond Petroleum Indonesia (BPI), dan PT Energi Mega Persada (EMP) Ltd itu disuplai ke 25 industri di Gresik, seperti PT Petrokimia, PT Gas Negara (PGN), dan PT PLN Distribusi Jawa-Bali. “Itu fakta yang terlihat, bukan sekadar data, bahkan PT Pertamina mencatat Blok Kangean memiliki cadangan lebih dari satu triliun kaki kubik (TCF) gas. Produksi gas itu bisa dioptimalkan menjadi 800 juta kaki kubik per hari, tapi masyarakat Sumenep hanya kecipratan hasilnya dari PBB sebesar Rp6 miliar per tahun,” tegas mantan ativis PMII Surabaya (1994-1999) itu. Oleh karena itu, putra Kampung Depah, Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, 18 kilometer dari Kota Sampang itu pun mengucapkan terima kasih atas kepercayaan masyarakat Madura untuk mendukung dirinya menduduki kursi DPRD Jatim periode 2009-2014. “Saya ingin orang Madura membangun perekonomiannya sendiri, sarana dan prasarana pendidikan, dan infrastruktur dengan tetap mempertahankan nilai-nilai agama dan budaya masyarakat Madura,” kata mantan Sekretaris Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Surabaya saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya (1995-1998).

0 komentar:
Posting Komentar